Kamis, 06 Januari 2011

AGAMA DAN MASYARAKAT

Pada dasarnya masyarakat modern ditandai dengan menguatnya rasionalitas dan melemahnya peran agama. Sebelum perkembangan ilmu pengetahuan seperti saat ini, agama menjadi pemandu manusia dalam mengatasi kecemasan hidupnya di tengah “kekuatan alam”. Meskipun tidak memberikan suatu tingkat solusi yang dapat dipertanggungjawabkan, namun agama dalam kehidupan masyarakat senantiasa menjadi obat mujarab segala persoalan.
Dalam proses selanjutnya, perkembangan ilmu pengetahuan menggeser peran agama tersebut. Ilmu pengetahuan dinilai sangat membantu manusia dalam memecahkan misteri alam. Padahal di masa sebelum ilmu pengetahuan, kekuatan alam seringkali menjadi sesuatu yang mencemaskan bagi kehidupan manusia. Bahkan penyembahan terhadap alam dalam komunitas agama primitif tidak bisa dilepas dari misteri kekuatan alam yang mencemaskan itu.
Peran Agama Menguat
Pasca berkembang pesatnya ilmu pengetahuan di abad modern ini, alam justru menjadi pelayan manusia. Bahkan terdapat kecenderungan ekploitasi terhadap alam bagi kesejahteraan hidup manusia. Proses modernisasi di sebuah negara, yang ditandai dengan semakin kuatnya peran ilmu pengetahuan diramalkan akan mencabut peran agama dalam masyarakat.
Namun ramalan itu ternyata tidak sepenuhnya tepat. Hingga kini kita masih melihat kecenderungan kuatnya peran agama dalam masyarakat. Dalam masyarakat modern di kota-kota besar Indonesia, misalnya, menggambarkan adanya kegairahan dalam beragama. Maraknya acara-acara keagamaan dan bermunculannya tokoh-tokoh pendakwah muda menunjukkan adanya permintaan yang sangat besar dari masyarakat kota terhadap otoritas agama. Dalam industri televisi juga dapat dilihat dari begitu tingginya rating acara-acara yang bernuansa agama. Dapat disimpulkan bahwa semakin modern sebuah masyarakat tidak serta merta menggeser peran agama dalam kehidupan mereka.
Dalam hal-hal tertentu memang kita saksikan adanya pergeseran. Dahulu, hampir semua persoalan sosial yang dialami masyarakat biasanya akan dikonsultasikan kepada tokoh agama. Mereka menjadi konsultan dari persoalan publik hingga problem keluarga. Modernisasi kemudian menggeser peran itu. Persoalan sosial tersebut kini sudah terfragmentasi dalam lembaga-lembaga khusus sesuai dengan keahlian dari pengelola lembaga tersebut. Jadi, dalam batas-batas tertentu modernisasi atau perkembangan ilmu pengetahuan memang telah menggeser posisi agama. Namun itu tidak serta merta dapat dimaknai bahwa agama akan kehilangan fungsi dan menghilang dengan sendirinya.
Sebenarnya, meskipun lembaga-lembaga modern itu dianggap lebih otoritatif ketimbang tokoh-tokoh agama, namun nilai-nilai transenden agama tampaknya masih menjadi pijakan. Kebutuhan manusia terhadap agama menjadi sesuatu yang inheren. Munculnya pendakwah-pendakwah muda selebritis yang kerap muncul di televisi merupakan cermin dari kuatnya permintaan sekaligus pemberian otoritas transenden kepada mereka.

SUMBER :
http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A4656_0_3_0_M

PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT

Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis.
Oleh karena itu individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan-perbedaan tersebut secara garis besar disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor pembawaan (Hereditas) dan faktor lingkungan sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu. Perbedaan pembawaan akan memungkinkan perbedaan individu dalam hal kepentingannya meskipun dengan lingkungan yang sama. Sebaliknya lingkungan yang berbeda akan memungkinkan timbulnya perbedaan individu dalam hal kepentingan meskipun pembawaannya sama.alat dalam memenuhi kepentingannya, maka kegiatan yang dilakukannya .

Pertentangan-pertentangan Sosial/Ketegangan Dalam Masyarakat :
Konflik (pertentangan) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar atau perang. Dasar konflik berbeda-beda. Terdapat 3 elemen dasar yang merupakan cirri-ciri dari situasi konflik yaitu :
  • Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagianyang terlibat didalam konflik
  • Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan
  • Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi paa lingkungan yang paling kecil yaitu individu,sampai kepada lingkungan yang luas yaitu masyarakat.
Istilah konflik cenderung menimbulkan resfon-resfon yang bernada ketakutan atau kebencian, padahal konplik itu sendiri merupakan suatu unsur yang penting dalam pengembangan dan perubahan. Konflik dapat memberikan akibat yang merusak terhadap diri seseorang, terhadap anggota-anggota kelompok lainnya, maupun terhadap masyarakat.
Integrasi Masyarakat 
Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga dan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan, berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama dijunjung tinggi. Dalam hal ini terjadi kerja sama, akomodasi, asimilasi dan berkuranmgnya sikap-sikap prasangka di antara anggota msyarakat secara keseluruhan.
Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik, dominasi, mengdeskriditkan pihak-pihak lainnya dan tidak banyak sistem yang tidak saling melengkapi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena itu untuk mewujudkan integrasi bangsa pada bangsa yang majemuk dilakukan dengan mengatasi atau mengurangi prasangka.
Perlu dicari beberapa bentuk akomodatif yang dapat mengurangi konflik sebagai akibat dari prasangka, yaitu melalui empat sistem, diantaranya ialah :
1. Sistem budaya seperti nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
2. Sistem sosial seperti kolektiva-kolektiva sosial dalam segala bidang
3. sistem kepribadian yang terwujud sebagai pola-pola penglihatan (persepsi), perasaan (cathexis), pola-pola penilaian yang dianggap pola-pola keindonesiaan, dan
4. Sistem Organik jasmaniah, di mana nasionalime tidak didasarkan atas persamaan ras.
Untuk mengurangi prasangka, keempat sistem itu harus dibina, dikembangkan dan memperkuatnya sehingga perwujudan nasionalisme Indonesia dapat tercapai.

sumber :
http://guruhyogakomara.blogspot.com/2009/05/pertentangan-sosial-dan-integrasi.html
http://wasnudin.blogdetik.com/2010/11/26/pertentangan-sosial-dan-integrasi-masyarakat/