Persepsi Bunyi Choo’on Dalam Kosakata Terhadap Mahasiswa Tingkat
IV
Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Riau Tahun Ajaran 2011/2012
Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Riau Tahun Ajaran 2011/2012
1. Pendahuluan
Banyak hal menarik yang kita temui dalam mempelajari bahasa Jepang. Bentuk huruf yang beraneka ragam, cara penulisannya, perubahan bentuk kata kerja, cara pengucapan, dan mengenal tingkatan bahasa yang harus diperhatikan dalam percakapan dengan orang yang berbeda tingkatan ataupun sejajar tingkatannya.
Salah satunya adalah bunyi bahasa. Bahasa Jepang dikenal sebagai bahasa yang kaya dengan huruf, tetapi miskin dengan bunyi. Bahasa Jepang juga membedakan pengucapan panjang pendeknya vokal dan fakta ini tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia
(Dedi Sutedi,
2003:7). Bahasa Indonesia tidak mempersalahkan tempo pengucapan vokalnya. Akan tetapi, bahasa Jepang tidaklah demikian.
Bahasa Jepang memiliki pasangan vokal panjang (dalam penelitian ini akan memakai istilah choo’on) dan vokal pendek (tan’on). Tan’on terdiri dari vokal /a/,
/i/, /u/, /e/, /o/, sedangkan choo’on terdiri dari vokal /a:4/,
/i:/, /u:/, /e:/
/o:/. Vokal-vokal panjang bahasa Jepang [+tempo panjang] diintrpretasikan sebagai satuan bunyi yang menempel pada bunyi vokal pendek dan dilambangkan dilambangkan dengan tanda [R]
(Hakutaro dalam Tjandra,
2004:32). Sedangkan Menurut Iwabuchi dalam Dahidi dan Sudjianto (2007:48) dalam bentuk tulisan dalam kajian fonologi, bunyi choo’on sering dilambangkan dengan tanda [:] tetapi kadang-kadang dilambangkan dengan tanda [R]. Tidak ada ketentuan pasti mengenai panjang choo’on, panjang pendek bunyi choo’on tergantung pada kecepatan berbicara.
Terkait dengan bunyi choo’on, menurut para ahli fonetik Jepang, Amanuma, Ootsubo, dan Mizutani dalam Tjandra (2004:34)
data fonetik memperlihatkan bahwa tan’on bertempo pengucapan satu haku5dan choo’on merupakan satu kebulatan yang ditengah-tengahnya tidak ada pernah ada pause
(berhenti sebantar). Jadi dapat disimpulkan untuk bunyi yang dianggap choo’on bertempo kira-kira dua haku (Amanuma dkk dalam Tjandra,
2004: 33).
Choo’on seringkali diabaikan dan dianggap tidak penting dalam pembelajaran bahasa Jepang. Padahal dalam bahasa Jepang, kosakata yang mengandung choo’on dan kosakata yang tidak mengandung choo’on memiliki arti yang sama sekali berbeda. Contohnya pada kata obasan yang artinya bibi diucapkan dengan vokal pendek [a] dan kata obaasan yang artinya ibu diucapkan dengan vokal panjang [a:]. Telinga orang Indonesia
yang mendengar kedua vokal itu sulit untuk mempersepsikannya karena dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan pembedaan panjang pendeknya vokal. Tetapi, pada kedua kata bahasa Jepang di atas, ternyata ciri tempo pengucapan yang secara fisik menjadi vokal yang diucapkan relatif pendek dan vokal yang diucapkan relatif panjang adalah berbeda sekali. Dengan kata lain, dalam bahasa Jepang, panjang pendeknya vokal membawa akibat kepada perbedaan makna atau benda acuan (Tjandra,
2004:66).
2.
Metodologi penelitian
Dalam penelitian ini penulis data tes sebagai instrumen penelitian. Jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah pilihan ganda. Penulis mengumpulkan data choo’on yang terdapat di dalam buku Minna no Nihongo I, Minna No Nihongo II dan Kana Nyumon. Buku ini dipilih karena merupakan buku dasar untuk mempelajari bahasa Jepang serta di dalamnya terdapat banyak kosakata.
Data choo’on yang telah terkumpul di klasifikasikan berdasarkan letaknya, yaitu di awal, di tengah, di akhir, diawal dan di akhir kata. Kemudian penulis menseleksinya menjadi 45 buah kosakata. Kosakata tersebut dibaca oleh native
speaker kemudian penulis merekamnya dengan menggunakan handphone bertujuan agar suara rekaman tersebut berformat wave sehingga memudahkan menganalisisnya kedalam program praat. Tes yang dilakukan adalah mendengarkan bunyi choo’on dalam bentuk kata.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tes sebagai data penelitian.
Data tes diambil dengan cara meminta responden untuk mendengarkan kosakata dengan menggunakan alat pemutar suara (laptop)
yang didukung oleh pengeras suara (speaker). Responden kemudian mengerjakan tes tertulis yang terdiri dari dua pilihan, kosakata yang merupakan choo’on dan 4yang tidak. Responden diharuskan memilih kosakata dengan cara menceklis didalam kotak yang telah disediakan jika dianggap sebagai bunyi choo’on tanpa memperhatikan makna kosakata dengan alokasi waktu selama 10 menit.
Semua data
yang terkumpul diolah dengan menggunakan alat bantu komputer program praat. Alat ini dapat secara mudah melakukan pengukuran intensitas, durasi, dan frekuensi. Dalam pengolahan data dibuat tahap-tahapannya,
yang pertama adalah tahap digitalisasi.
Data dibacakan oleh native
speaker dan direkam dengan handphone. Kemudian dilakukan pengrekaman ulang dengan program praat. Selanjutnya tahap segmentasi data, yaitu data
yang telah direkam dipisah kedalam segmen bunyi.
3.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Bunyi Choo’on Yang Terletak Di Awal Kata
Untuk bunyi choo’on yang terletak di awal kata,
95% responden mempersepsikan dengan benar bahwa kosakata どうろ(douro) merupakan sebuah choo’on, sedangkan 5% responden salah dalam menjawab soal ini. Persentase tersebut menggambarkan kemampuan responden dalam mempersepsikan bunyi choo’on pada soal ini baik sekali.
2. Bunyi Choo’on Yang Terletak Di
Tengah Kata
Untuk bunyi choo’on yang terletak di tengah kata,
90% responden mempersepsikan dengan benar bahwa kosakata ちょうきん(choukin) merupakan sebuah choo’on, sedangkan 10% responden salah dalam menjawab soal ini. Persentase tersebut
menggambarkan kemampuan responden dalam mempersepsikan bunyi choo’on pada soal ini baik sekali.
3. Bunyi Choo’on Yang Terletak Di Akhir Kata
Untuk bunyi choo’on yang terletak di akhir kata,
86% responden mempersepsikan dengan benar bahwa kosakata ふとう(futou) merupakan sebuah choo’on, sedangkan 14% responden salah dalam menjawab soal ini. Persentase tersebut menggambarkan kemampuan responden dalam mempersepsikan bunyi choo’on pada soal ini baik sekali.
4. Bunyi Choo’on Yang Terletak Di Awal Dan
Tengah Kata
Untuk bunyi choo’on yang terletak di awal dan tengah kata,
86% responden mempersepsikan dengan benar bahwa kosakata れいぞうこ(reizouko) merupakan sebuah choo’on, sedangkan 14% responden salah dalam menjawab soal ini. Persentase tersebut menggambarkan kemampuan responden dalam mempersepsikan bunyi choo’on pada soal ini baik sekali.
5. Bunyi Choo’on Yang Terletak Di Awal dan Akhir Kata
Untuk bunyi choo’on yang terletak di awal dan akhir kata,
86% responden mempersepsikan dengan benar bahwa kosakata とうけい (toukee) merupakan sebuah bunyi choo’on, sedangkan 14% responden salah dalam menjawab soal ini. Persentase tersebut menggambarkan kemampuan responden dalam mempersepsikan bunyi choo’on pada soal ini baik sekali.
4.
Kesimpulan
Berdasarkan kesimpulan
yang telah diperoleh setelah penelitian ini, maka penulis merekomendasikan
saran sebagai berikut: kepada pengajar, dalam perkuliahan agar membahas materi
choo’on lebih mendalam. Hal ini dirasa perlu agar mahasiswa terbiasa dengan
bunyi (choo’on) dan bunyi (tan’on) sehingga meminimalkan kesalahan ketika
berkomunikasi dalam bahasa Jepang terutama ketika berbicara dengan orang Jepang.Kepada
pembelajar, mengenai bunyi (choo’on) dan bunyi (tan’on) terdapat banyak
kesalahan terutama dalam hal mempersepsikannya, diharapkan agar lebih
meningkatkan latihan-latihan 7dalam mendengarkan bunyi (choo’on) dan bunyi
(tan’on) serta memahami artinya dengan baikagar tidak melakukan kesalahan dalam
mempersepsikan bunyi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar